Kesadaran berbahasa
Kesadaran berbahasa tercermin pada
tanggung jawab, sikap, perasaan memiliki bahasa yang pada gilirannya
menimbulkan kemauan untuk ikut membina dan mengembangkan bahasa. Kesadaran ini
menimbulkan sikap, bagaimana bertingkah laku dalam menggunakan bahasanya. Bahkan
ada yang berpendapat bahwa bahasa yang dikuasai sekarang adalah warisan nenek
moyang yang menurut pendapatnya bahwa ia
tiba-tiba tahu tentang bahasanya.
Menurut hemat penulis, yang
dimaksud dengan kesadaran berbahasa ialah sikap seseorang baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama bertanggung jawab sehingga
menimbulkan rasa memiliki suatu bahasa dan dengan demikian ia berkemauan untuk
ikut membina dan mengembangkan bahasa
itu. Ciri-ciri :
·
Sikap terhadap bahasa dan berbahasa
·
Tanggung jawab terhadap bahasa dan berbahasa
·
Rasa memilki bahasa
Orang yang hanya menguasai satu
bahasa disebut monolingual, yang menguasai dua bahasa disebut bilingual atau
dwibahasawan, dan orang yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut
multilingual. Soal Bahasa Daerah dan Bahasa Indonesia dua-duanya dijamin dalam
UUD 1945. Ciri orang yang bertanggungjawab terhadap bahasa dan pemakaian bahasa
adalah :
·
Selalu berhati-hati menggunakan bahasa
·
Tidak merasa senang melihat orang lain menggunakan
bahsa secara serampangan
·
Memeperingatkan pengguna bahsa kalau terjadi
kekeliruan
·
Tertarik perhatiannya kalau orang menjelaskan hal
yang berhubungan dengan bahasa
·
Dapat mengoreksi pemakaian bahasa orang lain
·
Berusaha menambah pengetahuan tentang bahasa
tersebut
·
Bertanya pada ahlinya kalau menghadapi persoalan
bahasa.
Sikap terhadap Bahasa dan Berbahasa,
menurut St. Takdir Alisyahbana (Arman Halim I.Ed, 1976: 40)” mengatakan tiap
bahasa adalah penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan yang unik…”. Karena bahasa
adalah penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan maka bahasa di pengaruhi oleh
pemakai bahasa yang pada dasarnya unik pula.
Harimurti kridalaksana (1978 : 98)
mengatakan bahwa BI dipergunakan untuk keperluan-keperluan resmi, yaitu dalam:
·
Komunikasi resmi
·
Wacana ilmiah
·
Khotbah, ceramah dan kuliah
·
Bercakap- cakap dengan orang yang dihormati
Sikap terhadap bahsa dan berbahasa
dapat dilihat dari dua segi, yakni :
·
Sikap positif
·
Sikap negative
Menurut Nancy Parrot Hickerson (
1980) “ orang harus menyadari bahwa bahasa mempunyai nilai penting sebagai
simbol nasional dan identitas etnik”. Khusus di Indonesia, BI dikatakan
sebagai lambang kebanggaan dan identitas daerah(lihat Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasioanal, pusat Bahasa : 1976)
Rasa memiliki bahasa maksudnya bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial, milik pribadi, dijaga dan dipelihara. Bahasa adalah sesuatu yang kita dapat dengan proses belajar yang kemudian harus kita sadari bahwa bahasa itu adalah milik kita.
Partisipasi dalam pembinan bahasa bukti keikutsertaan itu terutama dari pemaparan bahasa yang tertib. Jadi, kalau seseorang telah hati-hati berbicara atau menulis sehingga bahasanya terpelihara, tidak ada kesalahan dilihat dari segi kaidah bahasa, maka keadaan ini telah menandakan bahwa dia telah berpartisipasi dalam pembinaan bahasa. Partisipasi seperti ini penulis namakan partisipasi informal. Dalam partisipasi formal terlihat usaha kita berupa kegiatan pembinaan melalui pertemuan formal.Termasuk disini sumbangan pikiran dalam bentuk lisan atau tertulis yang mendukung usaha pembinaan bahasa. kita ikut berpartisipasi dalam forum diskusi, lokakarya, seminar, musyawah,dan lain-lain. Kita menyebarkan tulisan baik berupa buku, pemuatan disurat kabar atau majalah tentang persoalan ke bahasa. Jadi, kita adalah peserta aktif.
Rasa memiliki bahasa maksudnya bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial, milik pribadi, dijaga dan dipelihara. Bahasa adalah sesuatu yang kita dapat dengan proses belajar yang kemudian harus kita sadari bahwa bahasa itu adalah milik kita.
Partisipasi dalam pembinan bahasa bukti keikutsertaan itu terutama dari pemaparan bahasa yang tertib. Jadi, kalau seseorang telah hati-hati berbicara atau menulis sehingga bahasanya terpelihara, tidak ada kesalahan dilihat dari segi kaidah bahasa, maka keadaan ini telah menandakan bahwa dia telah berpartisipasi dalam pembinaan bahasa. Partisipasi seperti ini penulis namakan partisipasi informal. Dalam partisipasi formal terlihat usaha kita berupa kegiatan pembinaan melalui pertemuan formal.Termasuk disini sumbangan pikiran dalam bentuk lisan atau tertulis yang mendukung usaha pembinaan bahasa. kita ikut berpartisipasi dalam forum diskusi, lokakarya, seminar, musyawah,dan lain-lain. Kita menyebarkan tulisan baik berupa buku, pemuatan disurat kabar atau majalah tentang persoalan ke bahasa. Jadi, kita adalah peserta aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar